Pengantar Kritis
Oleh: Lendy Wibowo
________________________________________________
“Kita semua adalah fasilitator, yang membedakan adalah persamaannya”
“Yang kita lakukan bergandeng erat dengan nilai kebangsaan dan demokrasi”
“Mengatasi keadaan dekaden adalah tugas mendesak para pelaku. Keadaan dekaden diatasi diantaranya melalui membangun nilai kebangsaan dan demokrasi”
___________________________________________
Apakah kebangsaan dan demokrasi itu ada dalam pengalaman kerja kita? Apakah kehadirannya dipaksakan ataukah natural di dalam perasaan, pikiran dan tindakan kita? Dan ketika hal itu hadir seberapa mampu mengungkit serta menghela semangat serta spirit kerja kolektif?.
Pertanyaan di atas menurut hemat penulis menjadi penting ketika kerja tidak sekedar dipahami sebagai ritual rutin, memenuhi kebutuhan material untuk diri sendiri dan keluarga. Ketika kerja dipandang sebagai amal kebajikan maka di dalamnya terkandung nilai-nilai. Diantara nilai-nilai itu adalah memperjuangkan nasib orang miskin dan terpinggirkan.
Memperjuangkan nasib orang miskin bukan sekedar persoalan material semata, tetapi memperjuangkan agar mereka memperoleh harkat, martabat, dan derajadnya. Orang miskin merdeka terhadap segala penjajahan material baik sebagai paham maupun tindakan, serta orang miskin berdaulat atas diri mereka sepenuhnya guna memperoleh perikehidupan yang layak bagi kemanusiaan.
Membangun jalan dan jembatan, gedung sekolah, polindes dan modal murah bagi rakyat adalah satu langkah memperjuangkan nasib orang miskin. Akan tetapi hal itu jelas tidak cukup. Yang perlu kita kritisi adalah apakah dalam dimensi bersama pelaku dan masyarakat dalam kaitan PNPM ini sudah terbangun nilai-nilai kebajikan dan keutamaan? Kalau tidak, maka kita akan berada dalam kerugian. Dikatakan orang, bagai mengejar tinggi gunung padahal takkan lari gunung dikerjar, dapat capeknya saja dan sekedar imbalan pelepas dahaga.
Seperti membangun jasad tanpa ruh. Bukan memberdayakan akan tetapi malah memperdayai. Nilai-nilai (ruh) itu adalah kemandirian dan bukan ketergantungan, kedaulatan dan bukan ketidakberdayaan, persamaan hak dan bukan dominasi, permusyawaratan dan bukan politik dagang sapi, mencapai hikmah kebijaksanaan dan bukan memenuhi kehendak sendiri, persamaan nasib sesama dan bukan ketidakpedulian sosial. Nilai-nilai ini adalah nilai-nilai kebangsaan demokrasi dalam ruang hidup kita.
Oleh karenanya jika masyarakat menjadi hamba materi dan merelakan dirinya menjadi budak di negeri asing, dan menjadi koruptor dari mandat yang dibebankan, maka siap-siaplah bangsa ini akan menjadi bangsa budak bagi bangsa-bangsa lainnya di tengah melimpahnya kekayaan alam yang diamanahi. Nilai-nilai ini diharapkan menjadi inspirasi kritis dalam tulisan, kebijakan, modul, pelatihan, supervisi, pembimbingan, serta pelaksanaan bersama masyarakat. (bersambung)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar