Referensi
penggerakan
Betulkah ruang kerja fasilitasi melahirkan praksis nilai-nilai
kebangsaan dan demokrasi?. Kegiatan apa saja yang mestinya terkait dengan
kristalisasi nilai hidup induktif kebangsaan dan demokrasi?. Bagaimana
membangun perspektif yang ditarik dari persoalan ruang hidup bekerja para
pelaku di lapangan?. Pertanyaan-pertanyaan di atas dapat dipecahkan manakala
secara bertahap dilakukan banting stir terhadap pendekatan kunci yang kita
terapkan. Pendekatan yang lebih menekankan pada penemuan kembali hakekat
pemberdayaan (penyadaran kritis, peningkatan kapasitas masyarakat,
pengorganisasian dan penggerakan) dibenturkan pada daya refleksi kritis atas
prinsip dan diperkuat dengan 5 koridor pemberdayaan (kader-kaderisasi,
pengorganisiran, hak rakyat, kontrol publik, dan militansi pelaku).
Nilai
kebangsaan
Praksis
nilai kebangsaan dapat diidentifikasi melalui perumusan nilai
dasar kebangsaan yang diambil dari beberapa sumber (Ben Anderson, Renan, Rudolf
Kjellen) meliputi
a. Kehendak
untuk bersatu
b. Jiwa dan rasa
yang menyatu
c. Pluralisme
d. Persamaan
nasib baik
e. Persamaan
nasib malang
f. Persamaan tujuan
g. Bayang
kesatuan hidup komunitas
h. Kemerdekaan
i. Sumpah
kesatuan
Apakah nilai-nilai di atas berkaitan dengan ruang
hidup kerja para pelaku? Kalau benar, maka secara kolektif kita
harus mencari benang merah yang mempertautkan nilai-nilai kebangsaan tadi
dengan praksis kerja program. Misalnya bagaimana kehendak untuk bersatu
dipraktekkan dan untuk kebutuhan apa hal itu diperlukan?, kemudian tentang
pluralisme, apakah pengertiannya, pada bagian mana saja di program nilai
pluralisme tadi diterapkan, ada ide atau gagasan baru apa agar semangat
pluralisme diperkuat?, atau adakah gejala terjadi ancaman terhadap pluralisme?
Misalnya saat rekruitmen calon fasilitator yang sangat mengutamakan putra
daerah dan mengabaikan kapasitas dan kesungguhan.
Nilai
demokrasi
Praksis demokrasi bukanlah barang baru.
Beberapa contoh lokal menunjukkan peran program dalam mendewasakan para pelaku
dalam berdemokrasi, misalnya dalam penyelenggaraan musyawarah desa, antar desa,
mekanisme pemilihan pelaku masyarakat, mekanisme pengadaan barang dan jasa,
mekanisme akses dana bergulir, mekanisme pelaksanaan kegiatan, mekanisme
pengendalian kegiatan, mekanisme pelestarian kegiatan dsb.
Akan tetapi praksis demokrasi ini kurang terekspos
sejauh mana memberi kontribusi dalam praktek demokrasi negara. Belum ada
penelitian misalnya tentang kontribusi praktek demokrasi program terhadap
penyelenggaran pemilu damai. Akan tetapi ada contoh konkrit di Madura, betapa
para Klebun/kepala desa, saat ini pada umumnya sudah bisa menerima kekalahan
ketika MAD prioritas usulan, dimana kondisi ini, saat awal-awal program tidak
ditemukan. Kekalahan di MAD bagi Klebun saat awal program adalah hal yang harus
dihindari karena memalukan kewibawaan mereka. Kini, keadaan di Madura telah
berubah, sebagaimana daerah lain pasti juga telah berubah.
Secara teoritis nilai dasar demokrasi itu mencirikan:
- Pengawasan atas kebijaksanaan pemerintah dilakukan secara konstitusional oleh wakil-wakil yang dipilih
- Wakil-wakil rakyat itu dipilih dalam pemilihan yang dilakukan secara jurdil dan tanpa paksaan, semua orang dewasa berhak memilih, semua orang dewasa juga berhak dipilih, setiap warga negara berhak menyatakan pendapat mengenai masalah-masalah politik tanpa ancaman hukuman
- Setiap warganegara berhak memperoleh sumber-sumber informasi alternatif, yang memang ada dan dilindungi oleh hukum
- Setiap warga negara berhak membentuk perkumpulan atau organisasi yang relatif independen, termasuk partai politik dan kelompok kepentingan, (R Dahl, 1982).
Tugas kita adalah merumuskan keterkaitan
praksis dengan rumusan normatif nilai demokrasi serta mencari gagasan
baru mengembangkannya. Setelah itu perlu dirumuskan benang merah rumusan
kebangsaan dan demokrasi dalam praksis aktual.
Terakhir mari
kita simak pidato Bung Karno mengenai paham kebangsaan sebagai berikut:
“Kita
mendirikan negara Indonesia, yang kita semua harus mendukungnya. Semua buat
semua!, bukan Kristen buat Indonesia, bukan golongan Islam buat Indonesia,
bukan Hadikoesoemo buat Indonesia, bukan Van Eck buat Indonesia, bukan
Nitisemito yang kaya buat Indonesia, tetapi, Indonesia buat Indonesia. Semua
buat semua!!! (pidato Bung Karno, 1 Juni 1945, kelahiran Pancasila, di depan
BPUPKI).
Ditulis oleh: Lendy Wibowo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar